Articles

Peran Internet Untuk Perempuan dan Pemuda di Kasepuhan Ciptagelar

Berkat internet, para pemuda di Kampung Adat Kasepuhan Ciptagelar mulai mengembangkan hasil tani dan produk turunannya. Apri, salah satu pemuda Kasepuhan Ciptagelar menuturkan, mereka mendapatkan banyak informasi tentang pengembangan hasil pertanian dari workshop online. 

“Banyak perubahan yang kami rasakan. Awalnya kami awam terhadap workshop online,” kata Apri, katanya dalam webinar berjudul ‘Suara Perempuan dan Anak Muda di Era Digital’ Selasa, 13 Oktober 2020 di Kasepuhan Ciptagelar.

Webinar tersebut merupakan salah satu rangkaian kegiatan Rural ICT Camp 2020 yang digelar selama tiga hari sejak Senin, 12 Oktober 2020, di Kasepuhan Ciptagelar, Sirnaresmi, Cisolok, Sukabumi.

Apri mengatakan, sebelum workshop online, dia dan Kelompok Tani Pamulang yang anggotanya sebagian besar pemuda tani dari Ciptagelar sempat melakukan kunjungan ke kelompok tani di daerah Ciwidey. Di sana mereka belajar membudidayakan sayuran.  

“Dulu kami pernah membudidayakan sayuran di Ciptagelar, tapi karena tidak tahu jadwal, apa yang kami lakukan tidak membuahkan hasil secara maksimal,” ujarnya.

Namun kunjungan lapangan itu harus terhenti akibat pandemi. Hingga pemberdayaan lapangan pun diganti dengan workshop online.

Jadwal workshop online yang dilakukan Apri dan teman-teman pemuda tani Ciptagelar dilakukan seminggu sekali.  Biasanya workshop dilakukan usai mereka beternak, bertani, dan menyelesaikan kewajibannya sehari-sehari.

“Kami belajar mengembangkan hasil pertanian dengan memanfaatkan potensi lingkungan yang ada. Kami membuat ide, untuk membuat produk turunan. Awalnya tidak pernah kepikiran untuk membuat produk seperti itu,” kata Apri.

Saat ini, pemuda tani Ciptagelar mulai fokus memproduksi produk tani dan turunannya. Namun, sekali lagi mereka tetap harus menghadapi tantangan berikutnya. Salah satunya adalah mengemas dan memasarkannya.   

Voice Project HIVOS, Rizqi Abdulharis mengatakan, kegiatan pemberdayaan lapangan yang dilakukan di Kasepuhan Ciptagelar bertujuan untuk memberdayakan anak muda dan perempuan (petani muda dan perempuan), dengan mempertahankan adat istiadat. 

“Kasepuhan Ciptagelar merupakan masyarakat hukum adat yang memiliki kapasitas yang baik dalam pertanian,” kata Kiki, begitu Rizqi biasa disapa. 

Dari data sensus adat yang rutin dilakukan sejak 2008 hingga 2019 lalu, lanjut Kiki, produksi beras selalu lebih tinggi dibandingkan konsumsinya.

Bahkan, kata Kiki ada peningkatan produksi beras 2.5 kali lipat di tahun 2015. Dari 3.500 ton ke 10 ribu ton. Padahal tahun tersebut ada el nino yang menghantam pertanian.

“Ini karena masyarakat di Kasepuhan Ciptagelar selalu bertani dengan mengikuti alam,” imbuhnya.

Dari data yang sudah dikumpulkan, Kiki memaparkan, dari angka konsumsi selama 9.5 tahun selalu ada surplus sebanyak 400 ton setiap tahun. Menurutnya, hal tersebut sudah menunjukkan masyarakat adat di Kasepuhan Ciptagelar sudah mencapai ketahanan pangan abadi. 

Kondisi tersebut, kata Kiki tidak terlepas dari peran perempuan dan anak muda di Kasepuhan Ciptagelar. Tanpa perempuan, tidak ada beras di leuit dan di rumah.

“Dari sana kami mencoba belajar bersama menghadapi tantangan yang ada saat ini, dengan menjaga kesejahteraan dan adat tetap terjaga,” ujarnya.

Selain itu, Kiki berharap, dengan adanya pelatihan para perempuan dan pemuda di Kasepuhan Ciptagelar bisa mulai mengambil kesempatan. Misalnya membuat proposal untuk mendapatkan pendanaan desa. 

Dengan kemampuan baru tersebut, perempuan dan pemuda bisa menyuarakan suaranya dan memastikan suaranya didengar.

(Mega Dwi Anggraeni)

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *