Articles, Program

Common Talks #3: Tantangan Dunia Pendidikan di Era Pandemi Covid-19  (IG LIVE)

Dalam rangka memperingati Hari Pendidikan Nasional, Common Room mengadakan diskusi online Common Talks Volume 3 dengan topik tantangan dunia pendidikan di era pandemi Covid-19. Diskusi ini mengundang narasumber Galih S.U, pegiat pendidikan dan penulis buku Pendidikan yang Menjajah dan Widuri, perwakilan dari ICT Watch. Diskusi yang dipandu oleh Sely Martini dari Rumpun Indonesia ini berlangsung  pada Senin, 31 Mei 2021 pada kanal instagram live commonroom_id

Perubahan sistem pendidikan dari tatap muka menjadi daring memaksa masyarakat untuk memiliki kecakapan digital. Widuri kemudian memaparkan tentang kecakapan digital versi Kominfo (Kementerian Komunikasi dan Informatika) diukur dari segi keamanan, informasi dan literasi data, kemampuan teknologi dan kolaborasi. “Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa kondisi kecakapan digital Indonesia sedang-sedang saja, belum baik,” ujar Widuri. 

Galih berpendapat bahwa sistem pendidikan selama pandemi Covid-19, membuat eksplorasi anak berkurang. Yang biasa bermain dan bertemu teman-teman di sekolah, jadi tidak bisa lagi. Selain itu, kesehatan mental anak-anak yang merasa tertinggal dalam berinternet juga perlu diperhatikan.

“Pemerintah harus punya solusi lain, tak hanya mengandalkan sistem Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ). Misal membuat aplikasi atau game sebagai media belajar.”  ujar Galih.  Melalui game dan bertemu kawan-kawan secara daring, anak akan lebih menikmati proses belajar. Orang tua juga perlu dilatih cara mengajar dan menilai anak. “Komunikasi erat justru seharusnya terjadi antara orang tua dan guru untuk mengurangi kemungkinan siswa bosan belajar,” tambah Galih.

Widuri mengatakan bahwa kendala yang dialami dalam belajar daring ini sangat berlapis. Tidak semua guru paham teknologi, bahkan masih banyak yang sulit menggunakan internet. Faktor lain misalnya, orang tua yang di-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja), kemampuan orang tua dan siswa dalam menggunakan gadget, perangkat yang terbatas dan akses internet yang tidak merata. “Dalam satu rumah, gadget masih menjadi kepemilikan bersama. Seperti yang saya alami, saya terpaksa membelikan gadget untuk anak agar tidak mengganggu kegiatan WFH (work from home) saya,” tambah Widuri. 

Selly Martini menyambung diskusi dengan memaparkan bahwa masih banyak sekolah yang belum memiliki LMS (Learning Management System).  Sekolah hanya menerapkan sistem pembelajaran konvensional menjadi online. Alhasil, pembelajaran hanya fokus pada pemberian tugas.

Widuri mengatakan masih banyak sekolah yang menggunakan sistem ranking. “Pada kondisi sekarang, penilaian seharusnya tidak hanya dari tugas saja. Anak mendapat ranking hanya karena rajin mengumpulkan tugas, sedangkan anak yang pintar tidak bisa mengumpulkan tugas karena sulit akses internet. Itu kurang adil.” tegas Widuri.

“Saya pesimis jika harus menunggu pemerintah. Karena masalah pendidikan di Indonesia ini bukan menjadi hal yang utama. Hanya autopilot, yang penting anak-anak lulus,” sahut Galih. 

Menurut Galih, saat ini harus dipikirkan berbagai cara untuk menyikapi kondisi pendidikan di era pandemi. “Mungkin yang dibutuhkan adalah zonasi guru, sehingga guru dapat mengajar di daerah tempat dia tinggal kemudian laporannya dikirimkan ke sekolah asal, ” ujar Galih. Hal ini salah satunya untuk mengurangi kesulitan siswa dan guru terhadap akses internet dan perangkat.

Di Jawa Barat juga banyak terdapat guru kunjung yang mendatangi murid-muridnya. Untuk mendukung hal tersebut, ICT Watch mengeluarkan perangkat belajar berupa komputer mini yang dikenal dengan nama e-klepon (Electronic Kit for Learning on Emergency Pandemic and Offline Network ).

Guru kunjung banyak yang sudah kita coba dengan menggunakan e-klepon. Terutama untuk daerah yang sulit akses internet. Semua materi pengajaran sudah kita masukkan ke komputer mini. Kemudian pihak guru dan sekolah dapat meminjamkan kepada siswa,” jelas Widuri.

Selain itu, ICT Watch juga mengembangkan sebuah web bernama belajar.ICTwatch.id yang berisi tentang materi literasi digital yang dapat diakses secara terbuka. “Jadi selain meningkatkan kemapuan mengakses internet, yang tidak kalah penting juga harus dibekali dengan literasi digital,” tambah Widuri.

Arum Dayu

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *