Articles, Program

Bersama Lawan Hoaks COVID-19

Tak hanya sektor kesehatan, COVID-19 juga turut menyerang sektor komunikasi dan informasi. Fenomena hoaks atau berita palsu mengenai COVID-19 yang menyebar dengan cepat di internet melalui aplikasi percakapan dan media sosial dapat memperburuk situasi pandemi.

Hal tersebut disampaikan oleh Donny BU, Tim Komunikasi Publik KPCPEN (Komite Penanganan COVID-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional ) pada acara lokakarya tentang pemanfaatan internet untuk diseminasi informasi vaksin dan penanganan COVID-19 di Pesantren Pemberdayaan Al-Muhtadin, Ciracap, Sukabumi pada Sabtu (19/02/2021).

Donny mengatakan bahwa sejak Maret 2020 hingga Januari 2021 tercatat sebanyak 1400 hoaks lokal berbahasa Indonesia, 95 diantaranya adalah hoaks tentang vaksin. Ada pertumbuhan 5 hoaks per hari yang beredar di masyarakat. “Hoaks itu sama bahayanya dengan pandemi Corona “ tegas Donny. 

“Target Indonesia adalah sebanyak 70 persen masyarakat divaksin. Tidak semua orang bisa divaksin. Yang punya komorbid, penyakit penyerta pasien seperti jantung, hipertensi dan diabetes ,” jelas Donny 

Berdasarkan data survey tentang penerimaan vaksin Covid-19 yang dibuat oleh WHO, Kemenkes dan UNICEF pada November 2020 disebutkan bahwa 64,8 persen menyatakan siap divaksin, 27,6 persen menyatakan tidak tahu dan 7,6 persen menolak untuk divaksin. Beberapa alasan menolak vaksin diantaranya adalah masih ragu-ragu dan tidak yakin keamanannya, takut pada efek samping vaksin, bertentangan dengan keyakinan agama dan lain-lain. Dengan konsep herd immunity setelah progam vaksin berjalan , maka kelompok yang menolak itu secara otomatis akan terlindungi oleh yang sudah divaksin.

“Meski tidak sampai 100 persen, semakin banyak yang divaksin maka virusnya gak bisa kemana-mana,” tambah Donny. Protokol kesehatan tetap harus dijalankan, karena untuk mencapai kekebalan kelompok masih membutuhkan waktu yang lama. Menurut data terbaru, jumlah yang menyatakan siap divaksin semakin menurun akibat banyaknya beredar hoaks mengenai vaksin. 

“Selain kekebalan kelompok ada juga yang namanya kebebalan kelompok yang terbentuk karena mengakses informasi yang salah di media sosial,” tambah Donny.

Dalam kondisi ini diperlukan kemampuan literasi digital yang kritis. Harus bertindak sebagai konsumen yang lebih aktif, misalnya mampu menilai konten digital apakah tepercaya atau mengandung bias tertentu. Jangan mudah terpancing turut menyebarkan hoaks yang berkaitan dengan pandemi. Laju penyebaran berita bohong terjadi karena seseorang tidak memeriksa kembali saat membagikan ke orang lain dan tidak memahami tentang dampak dari informasi itu sendiri ke depannya. 

“Jika ada anggota keluarga yang menyebarkan hoaks, kita harus ingatkan dan memberikan rujukan yang resmi agar berita hoaks tidak tersebar,” imbuh Donny. Terdapat pusat informasi resmi yang akurat, cepat, dan terpercaya yaitu https://covid19.go.id/. Situs tersebut dapat diakses masyarakat untuk mengantisipasi hoaks maupun mengurangi kepanikan. 

(Arum Dayu)

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *