tulisan ini juga dimuat di blog: www.kabarbandung.blogspot.com
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandung
Common Room Networks, Bandung 2 September 2006
Peserta: Tarlen, Mahdi, Mulyani, Agus Rakasiwi, Yunus, Daus, Ari, Asep, Rani (ICEL), Dhanny (Hivos), Riri (Walhi Jawa Barat).
Acara kali ini akhirnya benar-benar menjadi sarana berbagi pandangan mengenai jurnalisme lingkungan, baik konsep maupun praktek. Kemudian muncul beberapa hal masalah utama reportase lingkungan. Mulai dari posisi jurnalis yang hanya memaparkan fakta dengan prosedur kerja jurnalistik saja atau harus terus mengadvokasinya. Kemudian masalah pengetahuan, narasumber serta strategi agar dapat ruang di halaman media.
Hutan Kemasyarakatan
Ekosistem hutan menyediakan sistem pendukung kehidupan bagi manusia, satwa, dan tanaman. Masyarakat setempat menjadi pemeran utama untuk menciptakan sinergi di antara manusia dengan lingkungan alaminya. Pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat, para profesional, serta swasta memahami keperluan yang mendesak untuk melindungi hutan yang masih tersisa dan mengelolanya dengan lebih baik.
Hutan kemasyarakatan merupakan suatu sistem pengelolaan hutan secara komprehensif oleh masyarakat setempat guna meningkatkan kesejahteraannya dengan sekaligus melestarikan hutan pada jangka panjang. Tujuannya adalah meningkatkan keekonomian masyarakat setempat serta mempercepat pemulihan hutan. Strateginya melalui pengelolaan dan usaha hutan secara komprehensif, serta menciptakan lembaga kerjasama di antara masyarakat, swasta, dan pemerintah.
Hutan Indonesia mengahadapi masalah yang rumit, terutama sejak krisis ekonomi tahun 1997/1998. Selama reformasi politik dan kebijakan, peraturan yang ada dan penegakan hukum belum cukup untuk mampu menangani masalah perhutanan serta masalah sosial lainnya. Sektor kehutanan telah terkena dampak yang buruk, karena aset hutan di lapangan dianggap oleh pihak tertentu sebagai aset yang dapat diakses dengan leluasa. Pemerintah telah mengumumkan jangka waktu selama 10 hingga 20 tahun untuk pemulihan hutan dan masa konservasi. Semua upaya tersebut dimaksudkan untuk mengurangi penyalahgunaan sumber daya hutan, dengan tetap memperhatikan tujuan bersama pembangunan sosial, penciptaan penghasilan, dan pelayanan lingkungan hidup. Upaya tersebut harus bermanfaat bagi pihak yang bergantung pada sumber daya hutan, termasuk masyarakat setempat.
Fokus hutan kemasyarakatan adalah masyarakat yang bergantung pada hutan, yang tinggal pada atau berdekatan dengan hutan. Hutan bukan sekadar tegakan kayu, melainkan suatu sistem pengelolaan kawasan yang terdiri dari berbagai elemen, diantaranya hutan alam, hutan sekunder, sungai, danau, kebun, ladang, permukiman, hutan keramat, dan banyak lagi yang tergantung komunitas dan sistem ekologinya.
Prinsip-prinsip hutan kemasyarakatan antaralain:
– Masyarakat sebagai pengelolanya
– Terdapat lahan yang memiliki kepastian hukum.
– Aspek ekonomi, sosial dan ekologi menjadi perhatian utama Hutan kemasyarakatan tidak mengarah hanya pada kayu, namun lebih mengutamakan pengembangan hasil hutan non kayu.
Reportase lingkungan bukan sekadar melaporkan
Dalam sesi pembahasan posisi jurnalis yang melaporkan topik lingkungan muncul satu pertanyaan besar. Apakah jurnalis harus ikut mengadvokasi? Pertanyaan itu muncul setelah membahas perlu perjuangan keras dalam membuat reportase lingkungan. Mulai dari menguasai masalah teknis, kebijakan, menyajikannya menjadi sebuah reportase memikat serta harus berguna. Muncul dua pandangan, pertama jurnalis hanya sebatas mengungkapkan fakta. Kedua, jurnalis ikut mengawal paparan reportasenya hingga dapat berguna secara langsung.
Tarlen mengungkapkan masalah pemisahan sampah rumah tangga di Bandung. Walikota Bandung pernah membuat instruksi kepada warganya untuk memisahkan sampah basah dengan sampah kering. Setelah beberapa hari menjalankan perintah tersebut, warga kembali kepada perilaku sebelumnya.
Alasan warga, karena mereka kecewa dengan pemerintah kota Bandung yang tidak memikirkan instruksi itu dengan benar. Truk yang mengangkut sampah itu ternyata menggabungkan sampah yang sudah dipisahkan oleh warga.
Tarlen mempunyai ide setiap rumah kembali memisahkan sampah. Pembagiannya, untuk petugas kebersihan dan untuk pemulung. Ini ide cerdas dan menarik. Tentu saja selain menulis itu, jurnalis dapat melaksanakan dan mengajak orang lain untuk melakukannya. Dan instruksi walikota itu kita dukung dengan memberi solusi.
Bagaimana dengan hal besar, seperti masalah tambang atau konflik? Ari yang biasa meliput di Kabupaten Bandung menemukan sebuah penambangan di Gunung Wayang. Secara teknis yang dilakukan penambang tersebut tidak ramah lingkungan. Tapi perusahan tersebut berbagai izinnya telah lengkap. Jika ia membuat laporan hanya memaparkan fakta saja, hasilnya penambangan terus berjalan lingkungan rusak.
Melalui pembahasan berbagai kasus, sebagian peserta merasa harus menjadi jurnalis yang bukan sekadar melaporkan isu lingkungan saja.
Menulis Topik Lingkungan yang Memikat
Ungkapkan dengan sederhana, langsung. Ingat siapa pembaca kita. Jangan menggunakan istilah teknis atau istilah yang hanya dikenal kalangan pegiat lingkungan. Lukislah hal-hal yang akrab bagi pembaca, sehingga mereka membayangkan bisa melihat, menengar, merasa dan menyentuh.
Pakailah bahasa sederhana. Ganti:
“kompensasi” dengan “imbalan”; “implementasi” dengan “aksi”. Jangan menutup-nutupi. Jangan pakai kata berbunga. Langsung dan spesifik saja. Bukan “disukabumikan” tapi “dibunuh”. Harga “naik” bukan “disesuaikan”.
Gunakan kata dan kalimat aktif. “Tidak ingat” ganti dengan “lupa”. “Membunuh” untuk mengganti “dibunuh”. kalimat pasif menghilangkan aktor dari aksi dan membuat tidak menarik.
Memberi ruh pada tulisan
Jangan anggap pembaca bodoh. Jangan pikul pembaca dengan kesimpula di awal tulisan. Mulailah dengan apa yang menarik buat mereka, lalau berilah pembaca bukti agar mereka mempercayai apa yang ingin Anda sampaikan.
Jangan pakai istilah teknis. Terjemahkan bahasa para ahli ke bahasa sederhana. Jangan menulis dengan gaya seorang ahli. Selalu berpikir dua kali sebelu memakai istilah teknis.
Buatlah paragraf seringkas mungkin, kalimat seringkas mungkin, untuk mencegah pembaca terengah-engah. Jangan mengulang-ulang kata. Cobalah beri variasi tanpa merusak maknanya.
Kebutuhan jurnalis
Dalam membuat berita lingkungan, terutama aktivitas warga jurnalis jarang mendapat informasi. Begitu juga dengan penguasaan masalah lingkungam baik topik kehutanan, pencemaran udara maupun limbah sebagain besar jurnalis awam.
Untuk mengatasi itu, ICEL dan Walhi Jawa Barat hendak terus berbagi. Nyatanya banyak aktivitas pegiat lingkungan yang sangat menarik dan jelas manfaatnya untuk lingkungan. Selain itu, AJI Bandung hendak mengumpulkan daftar narasumber terkait topik lingkungan baik dari aspek kehutanan, kebijakan, ekonomi serta aspek lainnya. Begitu juga dengan berbagai pustaka dan situs internet untuk memudahkan riset.
Hingga kini ruang media untuk topik lingkungan sangat terbatas. Untuk itu, topik-topik lingkungan akan dibuat dengan mengambil sudut pandang ekonomi, hukum, sosial, perkotaan serta rubrik-rubrik lain yang ada di media masing-masing.
Agenda Berikutnya
Semua peserta akan membuat proposal reportase yang akan dibahas melalui satu blog untuk ditanggapi peserta lainnya. Tahap berikutnya peserta membuat reportase sesuai topik pilihannya masing-masing. (asf)
Bahan bacaan
Berjihad Melawan Akronim
Dari Narasi hingga Persuasi
Info Jawa