Program

[Diskusi MLI] Glokal-Metal: Identitas Keindonesiaan Dalam Logika Subkultural | Jumat, 28 Maret 2014

[Diskusi MLI] Glokal-Metal: Identitas Keindonesiaan Dalam Logika Subkultural | Jumat, 28 Maret 2014

[Diskusi MLI] Glokal-Metal: Identitas Keindonesiaan Dalam Logika Subkultural
Narasumber: Yuka Narendra
Hari/Tanggal: Jum’at, 28 Maret 2014
Waktu/Tempat: 14.00 – 16.00 WIB/ Ruang Serba Guna UPT Perpustakaan ITB
*Diskusi ini gratis dan terbuka untuk umum

Glokal-Metal: Identitas Keindonesiaan Dalam Logika Subkultural
Peristiwa kerusuhan konser Metallica tahun 1993 menjadikan stigma buruk yang melekat pada musik Metal dan seluruh jejaring kulturalnya sulit dilepaskan. Komunitas Metal di Indonesia tidak pernah dianggap “penting” dalam wacana kebudayaan populer Indonesia, dan hal ini tampak pada bagaimana diskursus mengenai industri musik populer Indonesia selalu melupakan Metal.

Padahal di lain pihak, geliat Metal di Indonesia sepanjang hampir dua dekade terakhir berhasil membuktikan bagaimana genre ini berhasil membangun jejaring produksi, reproduksi dan konsumsi subkultural yang kokoh, bahkan menjawab persoalan yang paling esensial dalam ranah industri yaitu akumulasi kapital. Mereka berhasil membangun jagad kulturalnya sendiri yang independen, ditambah dengan arus kapital ekonomi dalam jumlah besar.

Ekses lebih jauh dari posisi ini adalah daya tarik politik yang muncul dari Metal Indonesia, karena kemampuannya menyerap massa idelogis yang besar. Perjalanan pembuktian itu pada akhirnya bagaikan pisau bermata dua, karena tidak dapat dipungkiri kini, komunitas Metal Indonesia harus menghadapi persoalan baru: terjebak antara kapitalisasi atau politisasi. Di lain pihak pertarungan wacana (dan juga pertarungan ideologis) dalam kancah Metal Indonesia baru saja dimulai dan berlangsung dengan intens.

Masing-masing komunitas (sadar atau tidak) merasa perlu untuk menjawab isu paling mendasar dalam kancah kebudayaan populer global, yaitu (identitas) keindonesiaan. Dengan membaca fenomena Metal di Indonesia kita dapat memahami bagaimana generasi muda menggunakan nalar subkulturalnya untuk mengartikulasikan kembali keindonesiaan yang mereka bayangkan. Pembacaan ini kemudian dapat memancing pertanyaan baru: keindonesiaan macam apakah yang mereka bayangkan?

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *