Articles

Deklarasi Bandung demi Keterbukaan Informasi | Oleh Idhar Resmadi


Foto Oleh Idhar Resmadi

Perkembangan teknologi informasi dan media baru merupakan jaringan yang tak bisa dihindarkan lagi dalam konteks masyarakat sipil dewasa ini. Namun, untuk memunculkan kesadaran kritis bagi masyarakat sipil diperlukan suatu kolaborasi penting. Terutama menyoal kesepahaman bersama mengenai media baru dan teknologi informasi untuk menciptakan ruang baru dalam keterbukaan budaya, teknologi, dan lingkungan berkelanjutan.

Itulah garis besar dari pertemuan Expert Meeting Nu-Substance Festival 2010: Floating Horizon. Nu-Substance itu sendiri merupakan festival new-media yang diselenggarakan oleh Common Room Networks Foundation dan telah bergulir sejak tahun 2007. Pertemuan program Expert Meeting ini dihadiri oleh para praktisi media, aktivis, akademisi dari dalam dan luar negeri seperti Stephen Kovats (Transmediale, Jerman), Victoria Elizabeth Sinclair (Arcspace Manchester, Inggris), Atteqa Thaver Malik (Mauj Media Collective, Pakistan), Arthit Suriyawongkul (Thai Netizen Network & Creative Commons Thailand), Catherine Candano (National University Singapore, Singapura), Mirwan Andan (Ruang Rupa, Jakarta), Venzha Christiawan (House of Natural Fiber, Yogyakarta) dan Gustaff H. Iskandar (Common Room, Bandung).  Expert Meeting ini adalah upaya untuk merumuskan sebuah wacana dalam bidang new-media dan teknologi informasi dengan menggunakan pendekatan dialog antar-budaya. Hal ini terlihat dari latar belakang para peserta yang berasal dari beragam wilayah.


Foto Oleh Idhar Resmadi

Hasil dari Expert Meeting tersebut melahirkan notulensi yang dideklarasikan pada Sabtu (24/7) di acara Artepolis yang bertempat di Gedung Museum Asia Afrika. Beberapa poin penting dalam deklarasi tersebut yaitu pentingnya akses untuk memperoleh informasi, jaringan, dan pengetahuan; penggunaan dan pengembangan open dan free technology; pluralisme dan kebebasan berekspresi dalam praktik artistik dan budaya, tanggung jawab terhadap lingkungan, hingga membangun praktik kekuatan masyarakat sipil melalui teknologi informasi.  Kurang lebih ada 22 poin penting dalam deklarasi yang juga ditandatangani para peserta konferensi.

Deklarasi ini ingin menyampaikan tentang pengetahuan dan informasi sebagai wadah utama untuk menyebarkan ekspresi-ekspresi artistik dan kebudayaan. Keberagaman ekspresi tersebut diharapkan dapat membuka mata masyarakat tentang pentingnya rasa toleransi dan pluralisme. Pentingnya keterbukaan, kebebasan berekspresi, dan dialog antar-budaya menjadi hal yang paling krusial dalam mendorong perkembangan new-media yang kian signifikan di lingkup Asia Tenggara.


Foto Oleh Idhar Resmadi

Menurut Catherine Candano, khusus negara-negara Asia Tenggara keberadaan masyarakat sipil dipandang sangat lemah. Itu karena kebebasan berekspresi masyarakat sipil seringkali menjadi ancaman bagi pemerintah status quo. Hal itu membuat kebebasan berekspresi memiliki posisi yang sangat rentan karena ketatnya aturan dari pemerintah dalam mengontrol penggunaan internet.

Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan oleh Stephen Kovats bahwa pemerintah kerap kali impoten dan kurang tanggap dalam mengatur permasalahan wacana kebebasan berekpresi dan teknologi informasi.


Foto Oleh Idhar Resmadi

Dengan adanya deklarasi seperti ini akan memperkuat kedudukan masyarakat sipil dalam mengembangkan teknologi informasi dan kebebasan berekspresi bagi masyarakat sipil secara bertanggungjawab,” tutur Stephen Kovats.

Poin-poin penting tersebut merupakan kajian penting dalam kontelasi masyarakat sipil baik dalam konteks global maupun lokal. Deklarasi tersebut merupakan hasil rumusan selama satu minggu rapat dalam merancang kajian mengenai keterbukaan budaya, perkembangan teknologi, dan lingkungan berkelanjutan. Menurut Gustaff Harriman Iskandar, mobilitas, keterbukaan, dan konektivitas bisa tercapai melalui penggunaan spektrum media digital, teknologi komunikasi, dan praktik jaringan dalam masyarakat sipil dan mesti digunakan secara kritis.

*Artikel dimuat dalam Pikiran Rakyat Edisi 29 Juli 2010

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *