Pada hari Rabu tanggal, 12 Februari 2020 beberapa perwakilan warga Kasepuhan Ciptagelar mengikuti workshop pengelolaan sampah di Common Room. Kegiatan ini merupakan bagian dari kegiatan pemberdayaan petani muda dan perempuan Ciptagelar. Tujuan dari pelaksanaan workshop ini adalah untuk membuka wawasan para anggota Kelompok Pemuda Tani Kasepuhan Ciptagelar (Pamular) dan kelompok perempuan penggerak Program Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) – yang di Ciptagelar dikenal sebagai Baris Kader – agar dapat mengembangkan sistem pengelolaan sampah yang berkelanjutan di lingkungan sekitar mereka. Dalam pelaksanaan workshop tersebut, Common Room mengundang Anilawati Nurwakhidin, atau yang akrab dipanggil Teh Anil, dari Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB) untuk menjadi narasumber workshop tersebut.
Kegiatan ini dimulai dengan pemutaran dua film pendek, yaitu tentang Kamikatsu, sebuah desa yang terletak di barat daya Jepang, dan pelaksanaan Program Zero Waste Cities oleh YPBB di Kota Bandung. Di Desa Kamikatsu, sampah non-organik dikelompokkan oleh sekitar 45 kelompok warga. Pengelolaan sampah dimulai dari setiap rumah tangga. Misalkan warga mencuci sampah plastik, dimana sampah selanjutnya dibawa ke fasilitas pengumpulan utama di desa tersebut. Pelajaran penting lainnya dari pengelolaan sampah di Desa Kamikatsu adalah pemanfaatan kembali sampah dalam pembuatan produk lokal dari desa tersebut. Salah satu contohnya adalah kerajinan boneka beruang Teddy yang dibuat dari kimono bekas.
Proses pemilahan sampah merupakan kunci penting dalam pelaksanaan Program Zero Waste Cities oleh YPBB. Bekerjasama dengan Pemerintah Kota Bandung, YPBB mendorong warga di beberapa kecamatan untuk memilah sampah rumah tangganya untuk kemudian dimanfaatkan kembali untuk berbagai keperluan. Tantangan utama pelaksanaan program tersebut adalah meningkatkan kesadaran warga untuk berpartisipasi dalam pengelolaan sampah yang berkelanjutan.
Sesi diskusi dilaksanakan setelah pemutaran dua film singkat tersebut. Teh Anil memulai sesi tersebut dengan menggali akar permasalahan pengelolaan sampah di lingkungan warga Kasepuhan Ciptagelar. Menurut beberapa perwakilan peserta, selain telah banyak warung-warung yang menjual produk-produk dalam kemasan plastik, sebagian pengunjung yang datang ke Kampung Ciptagelar ikut berkontribusi dalam meningkatkan jumlah sampah non-organik di lingkungan mereka.
Isu yang dibahas selanjutnya adalah sulitnya pengelolaan sampah non-organik. Berbagai teknologi yang ada saat ini belum dapat sepenuhnya menghilangkan dampak negatif dari pengolahan sampah non-organik. Salah satu solusi yang dapat diterapkan dalam pengelolaan sampah non-organik di lingkungan warga Kasepuhan Ciptagelar adalah mengurangi penggunaan bahan-bahan yang akan menghasilkan sampah non-organik. Contohnya misalkan penggunaan wadah penyimpanan yang dapat digunakan berulang kali, seperti jerigen plastik untuk menyimpan minyak goreng atau botol plastik untuk menyimpan kecap. Pendekatan ini dapat mengurangi jumlah sampah plastik secara signifikan. Jumlah sampah non-organik dapat lebih banyak dikurangi apabila warung-warung dan setiap rumah tangga telah memanfaatkan kembali wadah kemasan bekas untuk berbagai keperluan.
Oleh Tim VOICE – Common Room (Talitha Y. Anni, Tedy Y. Pusdiono, Rizqi Abdulharis dan Gustaff H. Iskandar)
Kegiatan ini merupakan bagian dari Program Pemberdayaan Voice 2019-2020 yang dilaksanakan oleh Common Room bekerjasama dengan Kasepuhan Ciptagelar, perwakilan perangkat Desa Sirnaresmi, Pusat Studi Desentralisasi dan Pembangunan Partisipatif FISIP UNPAD, Pusat Studi Agraria ITB, dan HIVOS Asia Tenggara.
*Keterangan foto:
Workshop pengelolaan sampah di Common Room bersama YPBB dan perwakilan warga Kasepuhan Ciptagelar