Dalam rangkaian kegiatan Rural ICT Camp 2025 digelar sesi workshop bertajuk Pelatihan Berbasis Komunitas untuk Konektivitas Bermakna dan Media Komunitas di Wisma Hijau, Depok, Kamis (25/9/2025). Kegiatan ini menjadi forum penting bagi peserta untuk menyusun rencana pengembangan Learning Management System (LMS) sebagai sarana pembelajaran daring berbasis komunitas yang inklusif dan berkelanjutan.
Dalam paparannya Global Learning and Mentorship Lead at LocNet Initiative, Carlos Baca menjelaskan bahwa inisiatif ini merupakan bagian dari proyek global yang telah berjalan lebih dari 13 tahun dengan fokus pada pengembangan kapasitas komunitas melalui pelatihan, advokasi, serta penyediaan infrastruktur dan kebijakan untuk internet komunitas di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.

“Metodologi pelatihan ini terinspirasi dari pendekatan Techio Comunitario di Meksiko, yang memadukan pengetahuan teknis dengan nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat adat,” jelas Carlos.
Panduan ini kemudian disistematisasi dalam kerangka Technological Autonomy as a Constellation of Experiences, yang berisi empat elemen penting yaitu analisis konteks lokal, desain kolaboratif, implementasi yang kontekstual dan evaluasi partisipatif.
“Pelatihan harus berangkat dari realitas komunitas. Ketika seseorang tahu cara mengganti bohlam, itu sudah bagian dari pengetahuan lokal yang berharga,” ujar Carlos.
Ia menambahkan bahwa pendekatan ini berlandaskan empat pilar pedagogi yaitu Recognition of local knowledge (pengakuan pengetahuan lokal), Rediscovery of technological capacity (menemukan kembali kemampuan teknologi lokal), Community-based learning (pembelajaran berbasis komunitas), dan Collective learning environment (lingkungan belajar kolektif).

Program ini telah dijalankan di berbagai negara seperti Brasil, Afrika Selatan, Kenya, Nigeria, Kolombia, Filipina, dan Indonesia. Setiap negara menghadapi tantangan serupa, seperti keterbatasan sumber daya, kesenjangan digital, dan kebutuhan untuk membangun sistem pelatihan yang lebih adaptif terhadap konteks lokal.
Di Indonesia sendiri, program ini berkembang melalui Sekolah Internet Komunitas (SIK). Tantangan utama di lapangan meliputi keberagaman kemampuan teknis antar wilayah, kebutuhan Training of Trainers (ToT), serta keterbatasan akses pelatihan secara langsung. Sebagai solusi, dikembangkanlah sistem pembelajaran daring berbasis LMS, yang memungkinkan proses belajar berlangsung secara fleksibel dan lintas wilayah.

Dalam sesi diskusi, Carlos menjelaskan bahwa LocNet kini memiliki platform e-learning sendiri, setelah sebelumnya menggunakan platform ITU Academy. Platform baru ini berbasis Moodle; sistem e-learning terbuka yang bisa diakses baik secara daring maupun offline.
“Harapannya, LMS ini bukan hanya wadah belajar, tapi juga ruang kolaborasi lintas komunitas untuk memperkuat pengetahuan digital akar rumput,” ujar Carlos.
Usai diskusi berlangsung seluruh peserta sepakat untuk mengidentifikasi dan menginventarisasi seluruh materi pelatihan dari organisasi mitra, membuat daftar prioritas materi yang siap diimplementasikan di LMS, menentukan lokasi pilot project untuk uji coba modul, danm enyusun standar fasilitator serta format kursus yang kontekstual.

Pertemuan ini menegaskan pentingnya kolaborasi lintas negara dan lintas sektor dalam membangun ekosistem pembelajaran digital berbasis komunitas. Dengan adanya LMS yang dikembangkan secara kolektif, diharapkan komunitas di Indonesia dan negara lainnya dapat mengakses pendidikan teknologi yang lebih setara, kontekstual, dan berkelanjutan.***

