Cholil dengan suara pelan memberi tahu penonton bahwa lagu berikut adalah lagu terakhir. Penonton menyanggah. Mereka tidak ingin menemui akhir yang datang terlalu dini.
“Nggak ada lagunya lagi,” ujar Cholil.
Tidak berapa lama, lewat serangkaian komunikasi pendek dengan Akbar, sang drummer, mereka memainkan lagu Efek Rumah Kaca. Lagu itu tidak ada di dalam rencana mereka malam itu.
Menjelang lagu Cinta Melulu, lagu yang seharusnya menjadi lagu terakhir mereka malam itu, penonton berdiri. Semuanya ingin mendekat ke arah panggung kecil itu. Orang yang dapat posisi agak ke belakang, pasti terhalangi. Saya beruntung, saya ada di baris kedua dari depan. Jadi, masih bisa merapat. Saya sedang menjalani salah satu konser menyenangkan dalam hidup saya. Seperti biasa, mata saya sudah mengarah pada setlist milik Cholil yang ada di samping efek gitarnya. Saya akan mengambilnya, maka langsung mencari posisi enak untuk langsung menyeruak ke depan setelah konser selesai.
Koor penonton semakin membahana pada lagu ini. Lagu ini memang cukup menyenangkan. Terlepas bahwa ini merupakan singel radio paling baru mereka. Dan terlepas pula bahwa ERK bersama panitia membagikan lembaran lirik kepada setiap penonton yang datang.
Lagu itu pun selesai. Penonton tidak ingin beranjak. Mereka sudah ingin mengakhiri konser itu. Tapi tidak dengan penonton. Mereka meminta encore. Saya termasuk orang yang berteriak meminta lagu tambahan.
“Duh, udah semua dimainin, gimana dong?” kata Cholil, lagi-lagi pelan.
“Ulang aja, ulang,” teriak banyak penonton, termasuk saya.
Tidak perlu waktu lama, mereka memutuskan untuk mengulang lagu Di Udara.
“Ok, diulang. Cuma nyanyi bareng ya,” pinta Cholil. Penonton menurut, termasuk saya. Kata pertama sudah menjadi santapan bersama.
Dan lagu itu membahana berulang-ulang. Keluar dari pakem standar mereka ketika bermain. Bahkan ada satu bagian di mana para personil ERK bingung harus menyanyikan apa. “Lupa gue,” ujar Cholil sembari terkekeh dan melanjutkan suara gitarnya.
Entah berapa kali bagian reffrain lagu itu dimainkan. Entah berapa kuat suara penonton malam itu menganggu tetangga sekitar. Tapi, tidak perlu peduli terlalu banyak.
Intimasi konser itu menemui ekspektasinya. Hampir semua orang di situ bernyanyi. Ruang pertunjukan pun terasa sesak, karena memang jadinya terlalu kecil untuk jumlah orang yang datang malam itu.
Konser berakhir, band itu langsung diserbu banyak orang. Ada yang ingin berfoto bersama, ada yang ingin meminta tanda tangan. Mata saya langsung mengontak mata Cholil, karena ia sudah menyadari kesadaran saya di deretan penonton. Saya langsung memberi kode bahwa saya menginginkan setlist miliknya. Ia langsung mengamankan setlist itu, bahkan tanpa diminta pun langsung meminjam spidol seorang yang ingin meminta tanda tangan kepadanya dan menorehkan tulisan “To Felix” sebelum tanda tangannya.
Saya mengambil setlist itu dan menyalaminya, “Terima kasih untuk konser yang menyenangkan, Lil,” ujar saya kalau tidak salah. Pekerjaan saya, menunggu dua orang lainnya menandatangani setlist itu. Saya harus mendapatkan tanda tangan mereka malam itu, kalau keluar dari malam itu rasa dan sensasinya pasti berbeda.
Ini adalah lagu yang mereka mainkan di konser itu:
INTRO
DEBU-DEBU BETERBANGAN
INSOMNIA
BUKAN LAWAN JENIS
DI UDARA
DESEMBER
HUJAN JANGAN MARAH
JALANG
JATUH CINTA ITU BIASA SAJA
BELANJA TERUS SAMPAI MATI
MELANKOLIA
SEBELAH MATA
EFEK RUMAH KACA
CINTA MELULU
========
DI UDARA
Total ada lima belas lagu.
Selepas menunggu mereka diwawancara oleh dua buah televisi, saya meminta tanda tangan kepada Akbar dan Adrian. Mereka tampak canggung memberikan tanda tangan.
Malam itu saya baru saja menyaksikan sebuah konser calon band penuh talenta untuk pasar besar musik Indonesia. Sehabis konser itu, saya percaya bahwa band ini akan mengawali karir major label mereka satu hari nanti.
Teman saya, Dimas Ario, meninggalkan sebuah komentar singkat, “Gila, Lix. Terakhir kali gue nonton konser diulang lagunya itu Indra Lesmana. Yang diulang lagu Selamat Tinggal.” Konser itu berlangsung tahun 90an. Sudah cukup lama untuknya.
Terima ERK, untuk konser yang sangat sulit untuk dilupakan. (pelukislangit)
*) Rumah Bandung, sebelum bekerja. 4 Februari 2008. Didedikasikan kepada Boit yang tidak bisa menyaksikan konser ini sampai selesai dan Satria Ramadhan yang urung mengabadikan ERK di konser ini karena alasan kesehatan. Kalian pasti menyesal!
**) Artikel ini merupakan potongan review yang ditulis oleh pelukislangit. Simak review lengkap di http://pelukislangit.multiply.com
***) Foto oleh Dame Christina