Common Room Gelar Temu Media Jelang Rural ICT Camp 2025

Newsroom

Common Room Gelar Temu Media Jelang Rural ICT Camp 2025

Common Room Networks Foundation  menggelar temu media jelang pelaksanaan kegiatan Rural ICT Camp 2025 dengan tema “Internet Komunitas & Akses yang Bermakna” pada Senin (22/9/2025).  Agenda kegiatan yang berlangsung di Markas Indonesia HQ, Jakarta ini dihadiri  tamu undangan, jurnalis dan perwakilan berbagai lembaga mitra.

Dipandu oleh Manajer Media dan Kerja Sama Common Room, Tisha Amelia temu media ini menghadirkan narasumber yaitu Direktur Common Room, Gustaff H. Iskandar, Global Learning and Mentorship Lead at LocNet Initiative, Carlos Baca, Senior Advisor for AI & Climate Fair Forward – GIZ, Ruth Schmidt dan Koordinator Peningkatan Kapasitas Regional Asia LocNet , Akhmat Safrudin.


Dalam sambutannya, Direktur Common Room, Gustaff H. Iskandar menjelaskan bahwa Rural ICT Camp merupakan ajang tahunan yang diinisiasi sejak tahun 2020 di Kampung Adat Ciptagelar, Sukabumi. Program ini berawal dari kerja sama antara Common Room, ICT Watch, dan Relawan TIK, kemudian menjadi bagian dari proyek global LocNet bersama Association for Progressive Communication (APC) dan Rhizomatica.

“Rural ICT Camp bertujuan menjembatani kesenjangan digital di wilayah pedesaan dan terpencil, serta memperkuat jaringan internet berbasis komunitas,” jelas Gustaff.

Sejak pertama digelar di Ciptagelar, kegiatan ini telah berkembang hingga mencakup wilayah Bali, Aceh, dan Sukabumi, serta menjadi model pembelajaran yang turut menginspirasi komunitas serupa di Meksiko, Brasil, India, dan Afrika Selatan.

Tahun ini, dengan digelar di Wisma Hijau, Depok fokus Rural ICT Camp 2025 diarahkan pada pemanfaatan internet komunitas untuk isu-isu penting seperti perubahan iklim, pengurangan risiko bencana, kedaulatan pangan, serta pemberdayaan ekonomi lokal.


Senior Advisor for AI & Climate Fair Forward – GIZ , Ruth Schmidt menyampaikan bahwa kerja sama antara GIZ dan Common Room telah berlangsung selama empat tahun melalui inisiatif Co_LABS. Program ini mengembangkan pemahaman dan penerapan teknologi kecerdasan buatan (AI) di komunitas lokal.

“Kami menggunakan AI Modules untuk memperkuat pemahaman masyarakat, salah satunya melalui proyek Solitude di Pulo Aceh yang membantu memantau kondisi air secara kolektif,” ujar Ruth.

Ia menambahkan, GIZ berkomitmen memperluas dukungan pengembangan teknologi serupa di berbagai wilayah Indonesia melalui pameran dan diseminasi di Rural ICT Camp 2025.


Sementara itu, Koordinator Peningkatan Kapasitas Regional Asia LocNet , Akhmat Safrudin menjelaskan bahwa kegiatan Rural ICT Camp menjadi bagian dari implementasi peta jalan (roadmap) Local Networks di Indonesia.

“Fokus kami ada pada tiga pilar: kebijakan, advokasi, dan peningkatan kapasitas. Tahun 2025 merupakan tahap awal implementasi strategi nasional untuk mengatasi kesenjangan digital melalui kolaborasi tujuh organisasi,” ungkapnya.

Akhmat juga menekankan pentingnya penguatan kapasitas tidak hanya secara teknis, tetapi juga dalam aspek gender, inklusivitas, dan keberlanjutan finansial.


Dalam sesi diskusi, Global Learning and Mentorship Lead at LocNet Initiative, Carlos Baca, menegaskan bahwa pengembangan jaringan komunitas tidak sekadar tentang konektivitas, tetapi juga kebermanfaatan dan keberlanjutan.

“Kami bekerja lintas negara untuk mendukung komunitas agar mandiri dan terus belajar. Dialog kebijakan menjadi langkah penting agar pengalaman lokal dapat memengaruhi kebijakan nasional,” ujar Carlos.


Dalam sesi tanya jawab, sejumlah jurnalis menyoroti isu persebaran wilayah peserta, penerapan AI, hingga kebijakan legalisasi internet komunitas.

Menanggapi hal itu, Gustaff menjelaskan bahwa wilayah partisipan Rural ICT Camp tahun ini mencakup Ciptagelar, Ciracap, Pulo Aceh, Ngata Toro, Maros, Mata Redi Sumba Tengah, Sumba Bon Bosco, dan Desa Tembok Bali.

Terkait teknologi, ia memaparkan bagaimana inovasi berbasis Internet of Things (IoT) digunakan untuk memantau iklim mikro di daerah perikanan Maros dan ekosistem laut di Aceh. Sementara mengenai kebijakan, Gustaff menegaskan pentingnya dukungan regulasi agar layanan internet komunitas dapat diakui secara legal.

“Masih banyak wilayah blank spot, sekitar 12.000 desa yang belum terjangkau. Melalui model kegiatan ini, kami berharap pemerintah dapat mendukung kemandirian komunitas digital hingga ke pelosok. Dengan semangat kolaboratif lintas negara dan sektor, Rural ICT Camp 2025 semoga menjadi momentum penting menuju akses internet komunitas yang inklusif, aman, dan bermakna bagi seluruh masyarakat Indonesia,” pungkasnya.***

Share Article

Berita Terbaru

Newsroom

Berita dan pembaharuan terbaru
langsung dari Common Room.

Common Room Gelar Temu Media Jelang Rural ICT Camp 2025
This website uses cookies to improve your experience. By using this website you agree to our Privacy Policy.
Read more