Metodologi Mandala, Peta Jalan untuk Menggali Nilai dan Merumuskan Visi Komunitas

Newsroom

Metodologi Mandala, Peta Jalan untuk Menggali Nilai dan Merumuskan Visi Komunitas

Gelaran lokakarya Community-centered Connectivity Initiatives (CCCI) yang digelar oleh Common Room untuk 11 perwakilan dari 11 jaringan Sekolah Internet Komunitas (SIK) di 10 provinsi di Indonesia kembali dilanjutkan pada Rabu (6/8). Sehari sebelumnya kesebelas peserta diberi arahan oleh Gender Regional Coordinator for Asia Local Networks Initiative, Catherine Tiongson untuk menjelajahi nilai, tantangan, dan visi komunitas dengan menggunakan Mandala Methodology.

Catherine menyampaikan dalam materinya jika metode ini mengacu pada penggunaan visualisasi berbasis lingkaran, sebagai kerangka kerja untuk komunitas, perencanaan dan pengembangan diri. Metode ini melibatkan pembagian tujuan atau masalah menjadi komponen yang lebih kecil dan terorganisir. Pada prakteknya peserta diajak menuangkan pemikirannya untuk mengeksplorasi layanan lokal sesuai ide dan nilai-nilai komunitas.


Didampingi oleh tim Common Room, Air Putih, ICT Watch dan CCMI Universitas Padjadjaran kesebelas peserta mulai mengisikan nilai komunitasnya pada lingkaran mandala yang telah disiapkan. Lingkaran mandala ini dibuat pada lembaran kertas karton yang terdiri dari beberapa bentuk lingkaran berwarna pink, kuning, hijau, orange dan lingkaran terluar berwarna biru.

“Di lingkaran paling kecil atau terdalam, rangkum komunitas dalam satu gambar. Kemudian di lingkaran selanjutnya rangkum segala hal yang termasuk dalam kehidupan komunitas, yang dijaga oleh komunitas dan penting bagi anggotanya, terutama bagi perempuan. Di lingkaran berikutnya, letakkan kekuatan komunitas atau sumber daya yang tersedia dan dapat dimobilisasi untuk kesejahteraan komunitas, terutama perempuan, atau untuk menangani masalah atau tantangan tertentu. Untuk lingkaran berikutnya, letakkan masalah atau tantangan yang berdampak negatif terhadap kehidupan komunitas atau kehidupan perempuan, atau hal-hal yang masih kurang. Sementara di lingkaran terakhir, di sebut lingkaran visi. Letakkan ide-ide, gagasan yang muncul, atau proyek yang belum selesai yang ingin diwujudkan oleh masyarakat dan perempuan demi kebaikan komunitas dan mata pencaharian,” papar Catherine.


Untuk memudahkan peserta, Manajer Media dan Kerja Sama Common Room, Tisha Amelia menyampaikan, “Lingkaran pink digambari dengan maskot wilayah, lingkaran kuning diisi layanan lokal yang sudah dimiliki komunitas, kemudian lingkaran hijau adalah kelebihan dari masing-masing komunitas terutama yang berhubungan dengan perempuan. Lingkaran berwarna orange adalah tantangan yang dihadapi, masalah yang bisa merugikan komunitas terutama perempuan sementara lingkaran biru adalah ide-ide untuk menyelesaikan program yang tertunda yang melibatkan perempuan dan berdampak baik untuk komunitas,” tutur Tisha.


Selama kurang lebih 25 menit peserta lokakarya merumuskan ulang apa saja yang perlu diisikan pada lembar lingkaran mandala tersebut. Pada sesi presentas peserta SIK Pulo Aceh, Muhajirin menyampaikan, “Lingkaran terkecil saya isi dengan gambar menara mercusuar Willem’s Torrent III yang menjadi landmark Pulo Aceh. Kemudian di wilayah kami sudah terdapat weather station dan sensor kualitas air “Solitude”. Lalu ada koperasi dengan penggeraknya adalah kelompok ibu dengan komoditas ikan asin, gurita kering dan kelapa gongseng. Namun, sering kali gerakan di Pulo Aceh ini terkendala dengan masih minimnya moda transportasi yang menghubungkan antar pulau dan dukungan keluarga untuk penggerak yang terlibat masih terbatas ijinnya,” ujar Muhajirin.


Peserta lainnya, Syakirah Syahrir dari SIK Maros menyampaikan presentasinya jika, “Lingkaran terkecil saya menggambar ikan, udang dan rumput laut yang menjadi komoditas andalan di Maros. Di lingkaran berikutnya kami tulis keberadaan Poklahsar, atau kelompok pengolah dan pemasar ikan, ada juga yang mengolah sirup rumput laut. Lalu ada juga kelompok pembudidaya ikan dan udang serta kelompok ibu PKK serta Posyandu yang aktif di Maros. Di lingkaran berikutnya saya isi dengan banyak perempuan di Maros yang sering aktif berorganisasi dan mendapat pelatihan baik offline maupun online. Namun kelompok perempuan di kawasan Maros sering kali menghadapi kendala jaringan internet yang tidak stabil, masih tingginya angka pernikahan anak usia dini, kurangnya akses pendidikan karena faktor ekonomi, diskriminasi dalam pekerjaan hingga kekerasan dalam rumah tangga yang masih sering terjadi,” ujar Syakirah.

Usai presentasi selesai, Kordinator Peningkatan Kapasitas Regional Asia LocNet, Akhmat Safrudin mengajak para peserta untuk menuangkan apa yang telah ditulis oleh para peserta SIK ke dalam lembar Action Planning yang memuat tentang isi rencana kegiatan, waktu pelaksanaan, pihak yang bertanggung jawab hingga sumber dana yang mendukung keterlaksanaannya.


Akhmat Safrudin menyampaikan beberapa layanan lokal yang mampu mewujudkan komunitas yang tangguh dan sejahtera diantaranya adalah pemantauan lingkungan seperti weather station, sensor lingkungan dan sistem peta partisipatif. Media komunitas atau platform digital untuk memperkuat arus informasi serta menyediakan sistem komunikasi alternatif adalah layanan lokal yang mampu mendukung komunitas.

“Ada lagi layanan kesehatan seperti telemedisin untuk memastikan setiap anggota komunitas memiliki akses layanan dasar tanpa hambatan jarak atau biaya. Komunitas bisa juga mendorong kedaulatan pangan dengan mengembangkan kebun komunitas, memanfaatkan teknologi sederhana seperti sensor tanah, dan mendirikan pasar lokal yang memprioritaskan hasil tani setempat,” tambah Akhmat.


“Layanan lokal lain yang bisa diadopsi oleh komunitas adalah membangun kemandirian energi dengan panel surya atau bioenergi, sehingga komunitas tidak bergantung sepenuhnya pada pasokan eksternal. Bahkan fasilitas akses publik seperti mendirikan pusat belajar, perpustakaan, atau fasilitas internet bersama yang dapat diakses semua anggota komunitas, akan berfungsi sebagai ruang kolaborasi dan inovasi. Melalui pendekatan layanan lokal ini, komunitas dapat membangun masa depan yang lebih mandiri, inklusif, dan berkelanjutan.” pungkasnya.***

Share Article

Berita Terbaru

Newsroom

Berita dan pembaharuan terbaru
langsung dari Common Room.

Metodologi Mandala, Peta Jalan untuk Menggali Nilai dan Merumuskan Visi Komunitas
This website uses cookies to improve your experience. By using this website you agree to our Privacy Policy.
Read more