Menuju Konservasi Cerdas: Inovasi Sistem Pengairan Otomatis untuk Penetasan Penyu di Pangumbahan

Newsroom

Menuju Konservasi Cerdas: Inovasi Sistem Pengairan Otomatis untuk Penetasan Penyu di Pangumbahan

Balai Konservasi Penyu Pangumbahan di Kecamatan Ciracap, Kabupaten Sukabumi, kini tengah menjadi fokus studi penerapan teknologi berbasis Internet of Things (IoT) dalam bidang konservasi satwa laut. Melalui kegiatan Baseline Study Sistem Pengairan pada Kamis (30/10/2025), tim dari Common Room Network Foundation bersama perwakilan balai konservasi melakukan observasi mendalam terhadap kondisi eksisting sistem pengairan yang digunakan untuk area penetasan telur penyu dan perawatan kolam.

Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari studi baseline sebelumnya yang dilaksanakan pada Juli 2025 lalu, dengan tujuan memberikan dasar justifikasi yang kuat dalam merancang program pemberdayaan masyarakat melalui penerapan teknologi tepat guna. Harapannya, sistem pengairan otomatis yang dirancang nantinya dapat membantu menjaga kelembaban pasir penetasan serta mendukung efektivitas konservasi penyu di kawasan Pangumbahan.


Dari hasil observasi yang dilakukan oleh Koordinator Program Common Room, Andriani Kesa Alivia dan Staf Lapangan Common Room, Kiky Andhika serta didampingi oleh staff Balai Konservasi Penyu Pangumbahan, Ragil Mohammad Pratama Putra, untuk keperluan air Balai Konservasi Penyu Pangumbahan memanfaatkan dua sumber air utama yaitu air tawar dari sumur bor dan air asin yang diambil langsung dari laut. Untuk sumber air tawar disimpan dalam tandon pada ketinggian 7–10 meter guna memenuhi kebutuhan domestik seperti sanitasi, penyiraman tanaman, dan bilas pengunjung. Sementara itu, air asin atau air laut yang sangat penting untuk penetasan telur penyu diambil dari pantai pada jarak sekitar satu kilometer dari lokasi konservasi, guna memastikan kualitas air lebih jernih dan minim pasir.


Namun, mekanisme pengambilan air laut ini masih dilakukan secara manual menggunakan mesin pompa berkapasitas tinggi. Karena prosesnya memerlukan tenaga besar dan biaya operasional yang signifikan, pengambilan air laut hanya bisa dilakukan setiap dua minggu sekali. Akibatnya, frekuensi penyiraman telur penyu menggunakan media terbaik (air laut) menjadi sangat terbatas. “Padahal air asin ini menjadi “resep alami” untuk menjaga telur penyu tetap steril dari bakteri dan tidak mudah busuk,” ujar Ragil.


Hasil studi mengungkapkan sejumlah tantangan mendasar dalam sistem pengairan yang ada. Pertama, frekuensi penyiraman air laut tidak ideal. Walaupun air laut memiliki sifat anti-bakteri yang penting untuk mencegah pembusukan telur, keterbatasan tenaga dan logistik membuatnya hanya bisa dilakukan dua minggu sekali. Kedua, penyiraman air tawar masih bergantung pada pengamatan visual staf terhadap kelembaban pasir. Pendekatan manual seperti ini bersifat subjektif dan rentan terhadap kesalahan manusia (human error), yang bisa berdampak pada tingkat keberhasilan penetasan telur. Ketiga, proses pengambilan dan distribusi air laut yang padat sumber daya menyebabkan inefisiensi waktu dan biaya operasional. Kondisi ini menunjukkan perlunya inovasi yang mampu menjaga konsistensi, menghemat tenaga, serta meningkatkan presisi dalam proses penyiraman dan perawatan penyu.

Tim observasi menyimpulkan bahwa penerapan sistem pengairan otomatis berbasis IoT dapat menjadi solusi kunci untuk mengatasi kesenjangan yang ada. Melalui pemanfaatan sensor kelembaban yang terhubung dengan sistem kontrol pompa air otomatis, tingkat kelembaban pasir pada area penetasan dapat dipantau secara real-time dan disesuaikan dengan kebutuhan lingkungan penyu. Selain itu, sistem ini dapat diintegrasikan dengan tandon air laut untuk mengatur jadwal penyiraman secara terprogram tanpa menambah beban kerja staf. Dengan begitu, telur penyu tetap mendapatkan perawatan optimal, sementara efisiensi energi, waktu, dan biaya operasional dapat meningkat signifikan.


Hasil dari baseline study ini menegaskan bahwa fondasi teknis untuk menuju konservasi berbasis teknologi sudah cukup kuat. Tim merekomendasikan agar tahap selanjutnya difokuskan pada perancangan sistem IoT yang disesuaikan dengan kondisi lapangan di Balai Konservasi Penyu Pangumbahan, sekaligus mengagendakan pertemuan resmi dengan pihak balai konservasi untuk membahas rencana kerja sama, mekanisme pelaksanaan, serta pembagian data teknis proyek.

Staf Lapangan Common Room, Kiky Andhika mengungkapkan, “Melalui otomasi, kita tidak hanya meringankan beban kerja tenaga manusia, tapi juga memastikan proses konservasi berjalan lebih presisi dan berkelanjutan”.


Studi ini menandai langkah penting menuju konservasi cerdas yang menggabungkan nilai tradisi pelestarian lingkungan dengan inovasi teknologi. Jika sistem pengairan otomatis berbasis IoT berhasil diterapkan, Balai Konservasi Penyu Pangumbahan tidak hanya menjadi contoh praktik konservasi berkelanjutan di Indonesia, tetapi juga pionir penerapan teknologi digital dalam perlindungan ekosistem pesisir.***

Share Article

Berita Terbaru

Newsroom

Berita dan pembaharuan terbaru
langsung dari Common Room.

Menuju Konservasi Cerdas: Inovasi Sistem Pengairan Otomatis untuk Penetasan Penyu di Pangumbahan
This website uses cookies to improve your experience. By using this website you agree to our Privacy Policy.
Read more