Keterwakilan dan sinergitas seluruh pemangku kebijakan menjadi kendala utama dalam pemanfaatan anggaran dana desa. Masyarakat diharapkan bisa terlibat sejak perencanaan sampai mengawal penggunaan dan evaluasi dana desa.
Masalah keterwakilan ini penting untuk memastikan kebutuhan semua masyarakat terpenuhi. Sehingga dana desa tidak digunakan untuk mendanai program kerja kepala desa saja.
Penyusun Bahan Kebijakan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi Jawa Barat, Dhia Khalila Rinjany mengatakan, mekanismenya sebenarnya sudah dibuat untuk merangkul semua kelompok masyarakat. Anggaran desa diajukan lewat Musyawarah Desa (musdes) yang harus diikuti oleh Kepala Desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan Lembaga Kemasyarakatan Desa (LKD) yang terdiri dari RT RW, PKK, Karang Taruna, Posyandu, dan Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD).
“Ini semua harus dilibatkan agar semua suara itu didengar, termasuk perempuan dan anak. Saya sering bertanya ke ibu-ibu, pernah diajak Musdes? Pernah, tapi untuk masak. Kan sedih. Harusnya suara perempuan juga didengar,” tutur Dhia saat mengisi Workshop Perencanaan Dana Desa untuk Kebutuhan Akses Internet yang digelar di Rural ICT Camp 2024 hari ke-4, Kamis, 10 Oktober 2024.

Ia mengatakan, semua pemangku kebijakan perlu bersinergi dalam membuat skala prioritas kebutuhan desa mana yang akan dijadikan prioritas terlebih dahulu. Sesuai aturan, prioritas dana desa bisa digunakan untuk pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, dan pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan.
Disebutkan dalam Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2023, pembangunan sarana dan prasarana desa yang bisa dibangun termasuk diantaranya ialah untuk kepentingan informasi dan komunikasi. Salah satinya untuk penyediaan akses internet.
Dhia mengatakan, pemerintah juga membuat Indeks Desa Membangun yang digunakan sebagai parameter mengukur kemajuan desa. Indeks tersebut mengukur Indeks Kualitas Lingkungan (IKL), Indeks Kualitas Sosial (IKS), Indeks Kualitas Ekonomi (IKE). Salah satu parameter IKL suatu desa dikatakan maju ialah adanya mitigasi bencana. Sehingga dana desa sangat mungkin untuk menyediakan sistem peringatan dini bencana yang menggunakan teknologi.
Kawal sampai akhir
Muhammad Amrun dari Combine Resource Institution mengingatkan, jangan sampai pengadaan berbagai teknologi itu sia-sia karena setelah bisa memiliki, masyarakat justru tidak bisa memakainya, apalagi merawatnya. Maka itu, setiap penyediaan teknologi atau sarana prasarana lainnya harus berdasar pada kebutuhan masyarakat.
Penting untuk memastikan aspirasi masyarakat terpenuhi. Mekanisme berjenjang mulai dari musyawarah dusun hingga desa itu untuk memastikan semua terwakili. “Perlu diingat, tidak hanya butuh alatnya saja. Tapi perlu disiapkan juga sumber daya manusianya, perlu pelatihannya juga. Harus disiapkan semua,” tuturnya.

Jangan khawatir kekurangan dana. “Pemerintah kita itu uangnya banyak. Alokasi dana untuk desa itu bisa macam-macam, maka itu perlu bedah aturan dulu untuk tahu potensi pendanaan ada di mana saja dan berapa banyak,” katanya.
Selain dana desa sebesar Rp 1 miliar tiap desa, pemerintah daerah di tingkat kabupaten biasanya juga punya program-program yang bisa diakses oleh desa. Belum lagi peluang adanya kerja sama dengan pihak swasta melalui dana Corporate Social Responsibility (CSR). “Kalau digabungkan semuanya, ada desa yang bisa dapat dana sampai Rp 3 miliar,” tutunya.
Selanjutnya, kata Amrun, masyarakat desa perlu mengawal semua prosesnya. Mulai dari penjaringan aspirasi hingga proses administrasi penetapan anggaran, sampai ke monitoring dan evaluasi. Agar semua proses terbuka dan akuntabel, maka diperlukan Sistem Informasi Desa (SID) yang memadai.

“Supaya kuasanya tidak berada di juru ketik. Semua proses sudah berjalan baik, kalau juru ketiknya bermain, akhirnya anggaran yang diajukan tidak sesuai dengan yang dibahas,” kata Amrun.
SID yang baik ialah yang mudah dipahami oleh warga. Tidak sekadar latah misalnya membuat pelaporan berupa infografis tapi malah sulit dimengerti oleh masyarakat. SID yang baik membuat proses perencanaan, implementasi, dan pertanggungjawaban dana desa terbuka, transparan, dan akuntabel.***