Sesi siang hari di Ruang Edelweis, Wisma Hijau, Depok berlangsung hangat dan penuh semangat pada gelaran Rural ICT Camp 2025, Kamis (25/9/2025). Dalam rangkaian kegiatan Gender and CCCI Module 1: Feminist Leadership in CCCIs peserta dari berbagai wilayah dan organisasi komunitas perempuan berkumpul untuk berbagi pengalaman tentang kepemimpinan feminis di akar rumput.
Sesi kali ini dikemas dengan format “kursi panas” di mana peserta yang terpilih maju ke depan untuk membagikan pengalaman mereka sebagai pemimpin feminis di daerah masing-masing. Pertanyaan yang diajukan tidak hanya seputar kiprah kepemimpinan, tetapi juga bagaimana para perempuan ini menyeimbangkan peran publik dan domestik dalam kesehariannya.
“Kursi panas ini tidak perlu diperebutkan. Kursi ini untuk orang-orang terpilih yang berani bercerita dan berani berubah,” ujar Direktur Program ICT Watch Ida Ayu Prasasti Dewi membuka sesi dengan semangat.

Setiap peserta membawa kisah perjuangan yang unik namun senada: tentang keberanian, daya juang, empati, dan solidaritas. Mukramati dari Pulo Aceh menceritakan bagaimana ia mengubah rumahnya menjadi ruang belajar bagi anak-anak. “Kami ajarkan membaca dan menulis tanpa memungut biaya. Yang penting mereka tidak buta huruf,” ujarnya. Ia menegaskan bahwa menjadi pemimpin berarti berani berdiri di atas kaki sendiri dan menjadi agen perubahan bagi komunitasnya.
Sementara itu, Yanti Sada dari Sumba Tengah berbagi kisah jatuh bangunnya di dunia politik desa. Meski pernah gagal dalam pencalonan legislatif, ia tak menyerah. Kini ia memimpin BUMDes dan proyek energi surya di desanya. “Nilai yang paling penting adalah percaya diri, berani, dan pantang menyerah,” ujarnya tegas.

Lain lagi dengan Rita Damayanti yang kini bekerja di Kedutaan Inggris untuk program Digital Access, tantangan perempuan di dunia profesional masih nyata. “Di ruang-ruang ICT, perempuan masih dianggap langka. Kalau tidak diberi kesempatan, kita harus menciptakan kesempatan itu sendiri,” ujarnya.
Peserta dari Filipina, Kim Kiray menyoroti pentingnya pendidikan dan partisipasi perempuan di sektor pertanian dan politik. “Kami belajar bahwa setiap langkah, sekecil apa pun, membawa kita lebih dekat ke mimpi,” katanya.
Sementara itu, Editor in Chief digitalMama.id Catur Ratna Wulandari menekankan pentingnya empati dalam kepemimpinan. Ia berbagi kisah bagaimana komunitasnya menyediakan ruang inklusif bagi ibu-ibu untuk belajar literasi digital tanpa meninggalkan peran mereka di rumah. “Suami bukan sekadar support system, ia adalah bagian dari sistem itu sendiri,” tuturnya.

Dari Lombok, Saraiyah menggambarkan perjuangannya membangun kesadaran kritis perempuan di tengah budaya patriarkal. Ia mendirikan kelompok perempuan pesisir yang kini aktif dalam advokasi dan pengelolaan ekonomi berbasis komunitas. “Satu perempuan sakit, semuanya terasa sakit. Jiwa empati dan solidaritas itu penting,” katanya.
Sedangkan Rukmini dari Ngata Toro, Sulawesi Tengah, membagikan kisah heroiknya menembus tembok adat patriarki. Ia berhasil memperjuangkan revisi hukum adat agar perempuan mendapat hak waris dan ikut dalam pengambilan keputusan. “Saya hanya ingin mengambil kembali peran perempuan seperti Raja Angkalea, pemimpin adat perempuan yang dulu pernah dihormati,” ujarnya penuh keyakinan.

Dari seluruh cerita, mengemuka nilai-nilai penting yang menjadi fondasi kepemimpinan feminis: keberanian, empati, kemampuan bernegosiasi, dan kesadaran akan inklusi sosial, termasuk untuk teman-teman disabilitas.
“Kita harus punya keberanian, kemampuan bernegosiasi, empati, dan kepercayaan diri. Itu awal yang baik untuk membangun kehidupan yang inklusif,” tutup Prasasti Dewi menegaskan.
Sesi ini bukan hanya ruang berbagi, tetapi juga refleksi bahwa kepemimpinan feminis bukan monopoli individu. Ia tumbuh dari pengalaman, kerja kolektif, dan keberanian untuk mengubah nilai-nilai sosial yang menindas. Perempuan dari berbagai latar belakang entah itu adat, digital, akademik, hingga komunitas pesisir menunjukkan bahwa menjadi pemimpin bukan tentang jabatan, melainkan tentang keberanian mengambil peran dan menciptakan perubahan nyata di sekitarnya.***

