Moedomo Learning Initiative (MLI) bekerjasama dengan FMIPA ITB, Perpustakaan Pusat ITB, dan Common Room mengundang Anda untuk hadir dalam diskusi berjudul “Menjadi kota di Indonesia, Catatan Awal Riset 8 Kota – Kasus Medan dan Bandung” bersama Ramalis Sobandi (Tunas Nusa Foundation).*
Waktu: Kamis, 23 Maret 2017, 14.00-16.00
Tempat: Perpustakaan Pusat ITB
Pemandu Diskusi: Prof. Hendra Gunawan
*Acara gratis dan terbuka untuk umum
Pengantar Diskusi
Menjadi kota di Indonesia, Catatan Awal Riset 8 Kota
Kasus Medan dan Bandung
Menjadi kota adalah suatu kondisi yang saat ini tidak bisa dihindari oleh siapapun. Kecepatan urbanisasi di dunia rata-rata adalah 3%; sementara Indonesia dengan percepatan Urbanisasi tertinggi di Asia sebesar 4,4% sejak 1960-2013 dapat dikatakan lebih besar dari Tiongkok yang hanya 3,6%. Pada 2015 jumlah penduduk kota di Indonesia 53,3%.
Urbanisasi yang pesat dan tidak terkendali berdampak pada munculnya persoalan kesehatan karena kesenjangan prasarana air bersih, limbah dan persampahan, serta wabah penyakit karena kualitas lingkungan yang buruk dan kepadatan permukiman yang tinggi. Backlog perumahan kesenjangan prasarana dasar; kemiskinan, marginalisasi dan persoalan sosial lainnya, termasuk ekonomi biaya tinggi dan marginalisasi, serta persaingan yang tidak setara.
Riset 8 Kota Indonesia ditujukan untuk menemu-kenali karakteristik kota seperti menemukan DNA mahluk hidup, untuk menjadi bagian dari akar kehidupan remaja perkotaan. Merujuk pada perioda sekolah rata-rata berkisar di angka 7 tahun dan peluang jendela demografi di tahun 2025-2035, maka riset ini didedikasikan untuk anak anak usia remaja.
Riset ini dikembangkan dengan model prisma 3 lapis, dengan beberapa metoda tambahan berupa penelusuran sejarah, struktur kota dan karakteristik anak remaja sebagai sasaran yang dituju. Diharapkan kajian ini bisa menyiapkan informasi dan pengetahuan tentang sebagian akar kehidupan bagi anak-anak yang tumbuh di dalam kota. Tindak lanjut dari penelitian ini adalah aksi kolaborasi, publikasi, penguatan jejaring dan pengembangan inovasi lokal.
Sebagai keluaran akhir dari kajian ini adalah tumbuhnya kolaborasi aksi untuk kota dan penghidupan yang lebih baik dengan aktor utama remaja dibantu oleh jejaring pemangku kepentingan kotanya.
Dengan menggunakan kasus kota Medan dan Bandung; kajian ini tidak generik karena kota memiliki karateristik yang mencakup industri asal, besaran geografis, besaran demografis, jejaring sosial – fisik – budaya yang tumbuh karena perjalanan sejarahnya, serta keterkaitan ekonomi – fisik – sosial – budaya. Kota juga memiliki dinamika, peran nasional, dan global yang berbeda. Setiap kota memiliki peluang, ancaman dan tantangan yang berlainan. Karateristik kota dikenali melalui elemen Sungai sebagai wakil dari fisik lingkungan, Pasar sebagai wakil ekonomi dan kekuasaan, serta Kampung sebagai wakil dari sosial budaya.
Remaja di masing-masing kota memiliki karakter yang berbeda. Kajian ini mengangkat penokohan sepasang anak untuk menjangkau target secara fokus. Untuk mendekatkan karakteristik, dipilih makanan favorit dan warna yang dekat dengan karakeristik kota.
Tindak lanjut kajian kota, dikembangkan jejaring pemangku kepentingan melalui pengembangan konsep, uji coba dan aksi tindak turun tangan. Secara terpadu hal tersebut diarahkan untuk mempersiapkan dan mengajak anak menjadi aktor kunci dari perubahan dengan memanfaatkan pemahaman karateristik dan perannya yang spesifik dibantu oleh jejaring kota yang telah dikuatkan.
Medan adalah kota metropolitan yang tumbuh di pertemuan sungai Deli dan Babura, serta didorong oleh industri perkebunan dengan menggunakan jejaring makro Semenanjung Malaka dengan budaya Melayu, Cina, Keling, Arab dan Sumatera Utara.
Bandung adalah kota metropolitan yang tumbuh di Cekungan Bandung – DAS Citarum, serta didorong oleh industri perkebunan dengan kekuatan sosial politik kuat berbasis pendidikan dan ilmu pengetahuan, dengan budaya Sunda dan Eropa.