Dalam rangkaian kegiatan Rural ICT Camp 2025 digelar juga sesi bertema “Praktik Baik dan Digitalisasi UMKM” bersama BRI Research Institute di Wisma Hijau, Depok pada Kamis (25/9/2025). Diskusi inspiratif ini membahas transformasi digital pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia.
Dalam pemaparannya, Kepala Program Akses Digital Rita Damayanti menyoroti rendahnya tingkat adopsi teknologi digital di kalangan pelaku UMKM Indonesia. Berdasarkan hasil riset BRI, hanya sekitar 20% dari 80% unit usaha aktif yang sudah memanfaatkan media sosial atau e-commerce untuk kegiatan usahanya.

“Padahal, 99% pelaku UMKM di Indonesia adalah perempuan. Mereka inilah tulang punggung ekonomi rakyat, tapi belum semua punya kesempatan untuk naik kelas lewat digitalisasi,” jelas Rita.
Melihat kondisi tersebut, BRI Research Institute meluncurkan program Digital Empowerment for MSMEs dengan fokus pada literasi digital bagi kelompok ultra-mikro dan mikro, terutama yang dijalankan oleh perempuan dan pemuda.
Program ini merupakan hasil perjalanan panjang selama dua dekade pendampingan BRI terhadap UMKM di berbagai daerah, dengan model pelatihan yang menggabungkan teori dan praktik secara langsung.
Melalui inisiatif Perempuan Cerdas Digital, BRI Research Institute memperkenalkan tiga pilar utama digitalisasi yaitu Financial Recording (Pencatatan Keuangan Digital) guna membantu pelaku usaha memisahkan keuangan pribadi dan bisnis, menggunakan alat pencatatan digital sederhana berbasis ponsel. Transactions (Transaksi Digital) untuk melatih pelaku UMKM untuk beradaptasi dengan sistem pembayaran digital seperti QRIS dan e-wallet. Serta Market Onboarding (Pemasaran Daring) guna membekali peserta dengan kemampuan memasarkan produk melalui media sosial dan platform e-commerce.

Menurut Staff Technical Assistant BRI Research Institute, Rifqi Irfan Nurshafwan program ini sudah dijalankan selama lebih dari 12 tahun, dengan model pendampingan yang disesuaikan dengan kebutuhan dan ritme kehidupan perempuan pelaku UMKM.
“Kebanyakan peserta sudah berkeluarga, jadi kami rancang pelatihan yang tidak membebani, dengan sesi singkat, langsung praktik, dan berbasis komunitas,” ujar Rifqi.
BRI Research Institute juga memperkenalkan inisiatif Pojok Digital (Digital Corner), sebuah ruang aman dan kolaboratif bagi para perempuan pelaku UMKM untuk belajar, berdiskusi, dan berjualan secara digital.
Saat ini, terdapat 11 Pojok Digital yang tersebar di Jawa Barat, Lampung, dan Lombok, dengan dukungan 150 mentor lokal yang disebut Jawara Digital. Mereka merupakan alumni pelatihan yang kini menjadi penggerak di komunitas masing-masing.

Rifqi mencontohkan kisah inspiratif dari Ai salah seorang koordinator Pojok Digital Garut, yang berhasil meningkatkan penjualan dan kepercayaan dirinya setelah mengikuti pelatihan.
“Ai dulu takut melayani pembeli daring. Sekarang, ia memimpin komunitas dan mendapat penghargaan atas kiprahnya. Ini bukti bahwa solidaritas digital bisa melahirkan kemandirian,” tutur Rifqi.
BRI Research Institute juga memaparkan hasil Indeks Digitalisasi UMKM 2023, yang mengukur tingkat kesiapan digital di 38 provinsi di Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa indeks digitalisasi UMKM nasional baru mencapai 48,7%, di bawah standar internasional sebesar 50%.
Meskipun infrastruktur digital semakin baik, tantangan masih muncul dalam bentuk kesenjangan pengetahuan, regulasi yang belum adaptif, dan keterbatasan akses pelatihan berkualitas.

Sebagai bagian dari sesi praktik, peserta diperkenalkan langsung dengan platform pembelajaran daring (LMS) Perempuan Cerdas Digital. Melalui platform ini, pelaku UMKM dapat belajar secara mandiri dengan modul interaktif yang meliputi pemasaran digital, pencatatan keuangan, produksi konten dan fotografi produk, serta transaksi digital.
Peserta dapat membuat akun, mengikuti kursus, dan mendapatkan sertifikat pelatihan digital setelah menyelesaikan modul dengan nilai minimal 60. Platform ini juga terintegrasi dengan fitur Digital Corner untuk menampilkan profil usaha dan menjalin kolaborasi antarpelaku UMKM.
Diskusi interaktif bersama peserta menunjukkan antusiasme tinggi, terutama dari perwakilan SIK yang ingin memperluas pelatihan bagi para pendamping dan penyuluh UMKM di daerah. Menanggapi hal itu, Rita menegaskan bahwa program Perempuan Cerdas Digital dirancang agar terbuka untuk kolaborasi lintas komunitas.

“Kami berharap banyak mentor lokal bisa bergabung, agar semakin banyak perempuan pelaku usaha yang berdaya lewat ruang digital,” ujarnya.
Dengan semangat pemberdayaan berbasis komunitas dan teknologi, BRI Research Institute berupaya menjembatani kesenjangan digital dan mendorong inklusi ekonomi yang lebih luas terutama bagi perempuan pelaku UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.***

