Articles

Bom Waktu & Konser Maut

Oleh http://wenzrawk.multiply.com

Tragedi konser metal maut di Bandung sebenernya bisa terjadi di mana saja dan kapan saja di Indonesia ini. Setelah sebelumnya konser-konser band mainstream yang menelan korban (Sheila On 7, Padi, Ungu) dan kita sering ”ngejek” karena ternyata yang ”menye-menye” jauh lebih ”membunuh” dibanding yang rock, akhirnya sekarang kejadian juga di musik yang kita senangi.

Sepertinya kita terlalu menganggap remeh dan lupa bahwa sebenarnya malaikat maut juga sudah mengintai konser-konser underground. Banyak ”bom waktu” sudah ditanam di berbagai venue konser seperti ini di seluruh Indonesia. Memang sepertinya tinggal nunggu momentum dan venue yang tepat untuk diledakkan saja.

Sudah menjadi rahasia umum juga kalo sejak puluhan tahun yang lalu organizer konser-konser indie/underground yang melibatkan ratusan atau ribuan penonton rata-rata tidak menganggap serius atau menyiapkan hal-hal di bawah ini:

  1. Tim medis, ruang medis atau mobil ambulance apabila terjadi insiden seperti ini.
  2. Akses masuk-keluar venue dan pintu darurat buat penonton yang nggak diperhatikan serius atau diprioritaskan.
  3. Kapasitas venue yang tidak diindahkan organizer.
  4. Pembawa acara atau MC setelah konser berakhir tidak memberikan instruksi lewat pengeras suara bagi para penonton yang akan keluar dari venue.
  5. Tim keamanan (peace patrol) yang jumlahnya memadai, terlatih dan paham apa yang harus dilakukan jika terjadi keadaan darurat. Karena sebenarnya tidak perlu mengerahkan banyak polisi juga. Yang terpenting adalah tetap berkoordinasi dengan mereka.

Dan ”bom waktu” itu akhirnya kemarin meledak juga di Bandung. Menelan korban jiwa 10 orang yang rata-rata kehabisan napas dan terinjak-injak. Kebanyakan masih remaja ABG pula. Sangat menyedihkan dan disesalkan pastinya. Tidak seharusnya juga ada orang mati sia-sia setelah nonton konser!

Sebagai penonton konser yang telah membayar tiket mereka tidak berhak mati, mereka malah berhak untuk bersenang-senang!

Kita semua langsung terkaget-kaget dan seperti nggak percaya kalau jenis musik death metal ternyata bisa berdampak secara harfiah seperti ini.

Pihak Enk Ink Enk sebagai organizer menurut gue sebenernya ketiban apes aja. Apes karena ternyata ”bom waktu” itu meledak di konser yang mereka selenggarakan. Padahal selama sekitar 15 tahun ada konser-konser sejenis semuanya seperti berlangsung ”aman-aman saja.”

Gue percaya nggak ada satu pihak pun yang mengharapkan tragedi ini terjadi, termasuk pihak Enk Ink Enk sendiri. Karena mereka pun menyelenggarakan konser ini bukan untuk mengeruk keuntungan besar-besar tapi lebih karena semangat untuk mendukung band-band lokal dan gerakan musik underground itu sendiri.

Berapa sih keuntungan yang di dapat dari penyelenggaraan konser underground dengan harga tiket Rp. 10.000 seperti ini? Hampir tidak ada! Bisa jadi mereka malah merugi terus. Belum lagi jarangnya sponsor komersial yang mau mendukung proyek konser idealis seperti ini.

Lalu kenapa konser-konser seperti ini berlanjut terus?

Karena kita senang dan ingin terus bersenang-senang dengan musik ini tentunya. Senang kalau band-band teman kita yang bagus menjadi maju, lebih dikenal dan memiliki fanbase besar. Senang kalau teman-teman kita yang menggemari musik seperti ini bisa terhibur dan having a good time. Senang kalau kebudayaan ini bisa menjadi alternatif bagi publik untuk terhindar dari keseragaman jenis musik yang bahkan bisa merendahkan martabat sebagai manusia.

Lalu apakah kemudian organizernya bisa kaya? Tidak juga pastinya. Kalau kata dedikasi dianggap terlalu muluk tapi memang seperti itulah keadaan yang sebenarnya. Saya angkat topi setinggi-tingginya untuk organizer-organizer konser ini. Tanpa kerja mereka semua sudah pasti rock show punah dari negeri ini!

Buat orang awam gue yakin bakal susah untuk dimengerti alasannya. Begitu juga buat orangtua, polisi, gubernur, walikota dan birokrat-birokrat uzur lainnya. Selain korupsi mereka memang nggak akan pernah bisa mengerti apa yang anak-anak muda ini lakukan.

Polisi malah hanya bisa menuduh tanpa dasar kalau panitia konser ini ”membagi-bagikan alkohol kepada para penonton.” Tuduhan yang sangat tolol dari aparat kepolisian kita tentunya. Dan setelah otopsi dilakukan ternyata tidak terbukti dan mereka pun kembali belagak bego. Sejak kapan organizer konser bertiket murah bisa menjadi sinterklas?

Tujuannya pasti hanya untuk mendiskreditkan fans musik rock yang selalu distereotipkan akrab dengan alkohol dan narkotika. Mereka lupa atau belagak bego kalau di konser-konser dangdut tak hanya alkohol dan narkotika saja yang beredar, namun juga golok, celurit dan berbagai senjata tajam lainnya 🙂

Karena publikasi tentang tragedi ini sudah sangat meluas ke dalam dan luar negeri, bahkan sudah jadi ”insiden internasional” (Blabbermouth, BBC, AOL, Yahoo, MSNBC, Reuters) maka gue prediksi ini yang akan terjadi selanjutnya di scene musik lokal kita nantinya:

  1. Konser-konser band rock/metal internasional di Indonesia akan kembali mengalami kemunduran. Pihak booking agency artis-artis ini akan sangat cerewet mempertanyakan profesionalisme promotor lokal atau malah sepihak membatalkan kontrak-kontrak show di Indonesia. Alasan gampangnya mereka nggak akan mau menjadi kambing hitam apabila insiden yang sama terulang!
  2. Para orangtua akan segera melarang anak-anak mereka yang masih ABG untuk datang ke konser-konser musik terlepas apapun itu jenis musiknya. Mereka sudah melihat mimpi buruknya langsung via televisi!
  3. Kepolisian akan melarang atau sangat memperketat keluarnya izin penyelenggaraan konser musik (khususnya rock/metal).
  4. Pemerintah daerah akan mengeluarkan seribu satu macam alasan untuk melarang penggunaan venue publik bagi aktivitas anak muda yang berhubungan dengan musik rock.
  5. Sponsor-sponsor komersial akan menarik dukungannya bagi penyelenggaraan konser musik rock karena takut terkena imbasnya apabila terjadi insiden serupa.
  6. Banyak EO/promotor rock yang gulung tikar dan berubah menjadi promotor dugem karena lebih menguntungkan dan indah secara visual 🙂
  7. Band-band rock indie/underground akan kesulitan mencari panggung.
  8. Dan akhirnya scene musik rock lokal pun mati dengan sendirinya haha..

Tapi tenang saja….

Negara ini sudah sangat terkenal karena hangat-hangat tahi ayamnya. Ketika tanah makam para 10 korban ini belum mengering dijamin semua pihak di atas juga akan cepat lupa dengan tragedi ini. Semua larangan akan dilanggar dan semua upaya antisipasi tidak akan dipedulikan lagi. Semua akan kembali berjalan ”normal” seperti sedia kala nantinya.

Yah, minimal sampai ”bom waktu” yang lebih besar lagi meledak dan rekor korban jiwa terpecahkan nantinya. Bukankah 10 korban tewas di konser Ungu di Pekalongan hanya berselang 1 tahun saja dengan tragedi Bandung ini?

10? 20? 30? 100? 200 orang mati di konser rock? Bukan tidak mungkin.

Ini Indonesia, bung!

++++++++++++++++++

Kalau ini Amerika Serikat maka ini hak para penonton konser di sana:

  1. Hak untuk menikmati konser dalam lingkungan yang aman.
  2. Hak untuk mendapatkan perlakuan yang baik dari panitia, keamanan dan performers terlepas dari apapun yang berhubungan dengan SARA.
  3. Hak untuk mendapatkan informasi tentang kewajiban-kewajiban bagi pemegang tiket dan menaati segala peraturan yang berlaku di venue.

Jika Anda sepakat ini bukan Indonesia maka seharusnya kita melakukan hal-hal dibawah ini di masa depan:

Event Organizer/Promoter

  1. Menyediakan tim medis, ruang medis dan mobil ambulance.
  2. Tidak menjual tiket melebihi kapasitas venue (80% terisi, 20% kosongkan).
  3. Menginformasikan tata letak venue dan letak pintu darurat di tiket.
  4. Menginformasikan peraturan selama konser berlangsung di tiket.
  5. Menginformasikan kepada penonton etiket di mosh-pit sebelum atau selama konser berlangsung.
  6. Menginformasikan bahaya aksi stage-diving atau crowd surfing.
  7. Menyediakan tim keamanan konser yang memadai, terlatih dan berpengalaman.
  8. Memperhatikan ventilasi dan sirkulasi udara yang baik bagi penonton.
  9. Suka atau tidak suka, menjalin koordinasi dengan polisi atau aparat keamanan selama dan setelah konser berlangsung.
  10. Apapun yang terjadi di luar venue jangan membuka pintu masuk jika venue sudah 80% terisi. Hormati pembeli tiket, jangan hormati para penonton jebolan!

Performers

  1. Menginformasikan kepada penonton etiket di mosh-pit sebelum atau selama konser berlangsung.
  2. Menginformasikan bahaya aksi stage-diving atau crowd surfing.
  3. Segera memberhentikan konser jika terjadi keributan atau kerusuhan di mosh pit.
  4. Menciptakan kondisi yang kondusif selama konser berlangsung.
  5. Melalui website-website band lakukan edukasi bagi para fans yang akan datang ke konser Anda.

Audience

  1. Membeli tiket.
  2. Jangan lupa membawa identitas diri (KTP, KTM) jika pergi ke konser.
  3. Jangan lupa makan dan minum secukupnya sebelum ke konser (apalagi jika konser di outdoor).
  4. Taati peraturan yang berlaku selama konser berlangsung. Semuanya dibuat dengan alasan dan tujuan yang jelas: Demi konser yang aman dan nyaman.
  5. Jika mengonsumsi alkohol sebelum ke konser pastikan takaran yang bijaksana 🙂 Banyak silly things bisa terjadi jika kita mabuk di konser.
  6. Paham bahaya dan konsekuensi jika terjadi kegagalan melakukan moshing, stage diving atau crowd surfing.
  7. Segeralah menolong jika ada siapapun terjatuh di mosh pit.
  8. Hindari penggunaan aksesoris yang dapat melukai orang di mosh-pit.
  9. Kenakan earplug (jika ada).
  10. Jangan ikut-ikutan berkomplot untuk menjebol pintu masuk. Tolol!
  11. Untuk apa nongkrong di depan pintu masuk? Pastikan tujuan datang ke konser hanya untuk menikmati konser. Nongkronglah di kakus atau tempat nongkrong yang semestinya 🙂

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *