Feature

[Pemutaran & Diskusi] Di Balik Frekuensi | Sabtu, 9 Maret 2013

Pemutaran dan Diskusi Film Dokumenter Di Balik Frekuensi
Diskusi bersama Ucu Agustin (Sutradara) dan Luthfi Adam (Dosen Jurnalistik Fikom Unpad)
Sabtu, 9 Maret 2013, pk. 14.00 – 18.00 WIB
Common Room, Jl. Muararajeun no. 15

Sinopsis
Setelah reformasi, dengan cepat konglomerasi menjadi corak industri media di Indonesia. Pola tersebut terus berkembang dan seolah dilanggengkan dengan dijadikannya sistem itu sebagai pegangan oleh para pelaku usaha media yang menjalankan operasional industri media di Indonesia.

Ribuan media dengan aneka format baik cetak, online, radio, televisi, yang informasinya diserap 250 juta penduduk Indonesia, hanya dikendalikan oleh 12 grup media.  Tiap pemilik grup ini memiliki kepentingannya sendiri-sendiri dan kerap terang-terangan membanjiri publik dengan berita dan tayangan-tayangan dalam kanal-kanal media milik mereka yang banyak me-manisfestasi-kan kepentingan yang jelas bukan merupakan kepentingan publik.

Luviana adalah  seorang jurnalis, telah bekerja 10 tahun di Metro TV, di-PHK-kan karena mempertanyakan sistem manajemen yang tak berpihak pada pekerja, dan ia juga mengkritisi newsroom. Hari Suwandi dan Harto Wiyono adalah dua orang warga korban lumpur Lapindo yang berjalan kaki dari Porong-Sidoarjo ke Jakarta, menghabiskan waktu hampir satu bulan dalam perjalanan demi tekad untuk  mencari keadilan bagi warga korban Lapindo yang pembayaran ganti ruginya oleh PT Menarak Lapindo Jaya belum lagi terlunasi.

Melalui dua kisah tersebut, film dokumenter ini akan membawa kita pada perjalanan Di Balik Frekuensi yang menuntun kita akan sebuah pencarian terhadap makna ‘apa itu media’? Seperti apakah seharusnya media bekerja? Untuk siapakah mereka ada?

*Kegiatan ini gratis dan terbuka untuk umum, terutama bagi mahasiswa, seniman, jurnalis, serta peminat kajian sosial, politik, dan media di Indonesia.

Catatan Produksi
Penulis & Sutradara: Ucu Agustin | Produser: Ursula Tumiwa & Ucu Agustin | Kamera: Affan Diaz & Darwin Nugraha | Editor: Darwin Nugraha | Editor Online: Juan Mayo | Musik: Frans Martatko Filman | Penata Suara: Dono Firman | Animasi & Desain Grafis: Affan Diaz & Erickson Siregar | Line Produser: Sidik Ilmawan | Manajer Produksi: Bince Mulyono | Kamera Tambahan: Harto Wiyono, Nizar Davian Revata, Ipunk Purwono, Dana Putra, Ucu Agustin, & Feri Latief | Format Pengambilan Gambar: HD | Format Pemutaran: M2T, Mpeg2, & HD | Produser Eksekutif: Ucu Agustin & Ursula Tumiwa | Diproduksi oleh: Gambar Bergerak | Durasi: 144 Menit 27 Detik

Catatan Sutradara
Pers dulu dibungkam, pers sekarang dibeli’, benarkah itu yang tengah terjadi di dunia media kita di era konglomerasi media pasca reformasi 14 tahun silam?

Ada apa dengan TV berita kita? Itulah pertanyaan awal yang datang saat mengcapture semua peristiwa yang berkenaan dengan kasus Luviana dan Hari Suwandi – Harto Wiyono yang ada dalam cerita Di Balik Frekuensi. Luviana berhadapan dengan televisi berita pertama yang ada di Indonesia, Metro TV. Hari Suwandi dan Harto Wiyono berhadapan dengan televisi berita yang dulu salah satu taglinenya adalah: terdepan Mengabarkan, TV One. Kedua televisi tersebut bersiaran secara nasional dan jelas-jelas mereka menggunakan frekuensi publik untuk sarana siarnya.

Pertanyaan di atas itu lalu bersambung dengan pertanyaan lanjutan yang datang susul menyusul seiring dengan peristiwa yang terus terjadi dan harus diikuti untuk diambil gambarnya demi kepentingan produksi: ada apa dengan media kita di Indonesia setelah era Soeharto usai? Capek-capek dulu memperjuangkan kebebasan pers, untuk inikah semua perjuangan tersebut akhirnya? Sebuah konglomerasi media dimana media-media yang dimiliki oleh seorang pengusaha media tak lebih hanya dijadikan kanal untuk saluran kepentingan sang pemilik.

Siapa saja pemilik media di Indonesia kini ada dan apa interest politik juga kepentingan bisnis mereka? Bagaimana nasib para jurnalis dan pekerja medianya? Bagaimana para jurnalis tersebut bersikap terhadap kepentingan-kepentingan yang menyaru dalam berita yang harus mereka liput? Siapa yang paling dirugikan dengan pemberitaan yang begitu bertubi tapi tak ditujukan untuk kepentingan informasi yang mencerahkan tapi justru memalsukan realita untuk kepentingan pemilik media? Siapa korban langsung sesungghunya dari pemberitaan-pemberitaan yang demikian?

Pertanyaan dan jawaban dari pertanyaan ini begitu sering dipercakapkan di kalangan media, tapi tidak dibicarakan secara terbuka di ruang publik. Untuk itulah Di Balik Frekuensi ada dan bercerita.

Informasi dan Keterangan lebih lanjut silahkan hubungi:
Gambar Bergerak
Jl. Utan Kayu, Gg. Srikaya No. 27
RT 11/ RW 06 Utan Kayu
Matraman – Jakarta 13120
Email: [email protected] | [email protected]
URL: http://behindthefrequency.com/
FB: Di Balik Frekuensi
Twitter: @dbalikfrekuensi

Related Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *